Zaman Neolitikum – Pengertian, Ciri, Kebudayaan, Corak, Kepercayaan Dan Peninggalannya Lengkap

Posted on

Zaman Neolitikum – Pengertian, Ciri, Kebudayaan, Corak, Kepercayaan Dan Peninggalannya Lengkap

Zaman Neolitikum – Zaman Neolitikum atau yang disebut dengan Zaman Batu Muda, adalah tingkat atau fase kebudayaan yang ada di dalam masa prasejarah yang dimana memiliki beberapa unsur dan ciri kebudayaan.

Zaman Neolitikum

Unsur kebudayaan ini meliputi peralatan yang dibuat dari batu yang diasah, pertanian yang menetap, peternakan dan pembuatan tembikar.

Ciri Zaman Neolitikum

Ketika Zaman Neolitikum ini berlangsung, kehidupan manusia saat itu sudah berangsur-angsur menetap. Dan sudah mulai mengenal cara bercocok tanam meskipun masih dengan teknik yang sederhana. Di zaman ini juga, budaya berburu masih dilakukan. Tetapi manusia sudah bisa menghasilkan bahan makanannya sendiri, yang disebut dengan istilah food producing.

Peralatan yang digunakan di masa ini sudah diasah sampai halus, bahkan manusianya sudah dapat membentuk peralatan dengan menggunakan sentuhan estetik. Peralatan yang sudah diasah ini antara lain kapak lonjong dan persegi. Di daerah Jawa Timur dan Sulawesi juga pernah ditemukan mata panah dan tombak, yang diyakini masih digunakan untuk berburu dan untuk kebutuhan lainnya.

Perkembangan yang sangat penting di zaman ini adalah banyak ditemukannya kapak lonjong dan persegi, dan ditemukan di daerah yang berbeda-beda. Misalnya daerah  Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Nusa Tenggara banyak ditemukan kapak persegi. Sedangkan kapak lonjong banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Timur, seperti Sulawesi, Halmahera, Maluku dan juga Papua.

Perbedaan pada daerah penemuan tersebut diperkirakan karena daerah dari penyebaran kapak persegi dan lonjong, bersamaan dengan proses penyebaran bangsa Austronesia yang dimana merupakan nenek moyang bangsa Indonesia yang datang sekitar tahun 2000 SM.

Kebudayaan Zaman Neolitikum

Memasuki tahun 1500 SM, Indonesia pun mulai menerima kedatangan migrasi dengan jenis manusia Malayan Mongoloid atau yang disebut dengan Melayu Austronesia yang berasal dari daerah Yunan atau Cina Selatan.

Lalu mereka mendominasi wilayah bagian barat Indonesia dan jenis Australomelanesid bergeser ke wilayah Indonesia Timur. Terjadilah pembauran diantara kedua jenis manusia itu. Mereka pun memasuki wilayah nusantara dengan melalui dua jalur yang pertama jalur selatan (Yunan–Thailand–Semenanjung Malaka/Malaysia–Sumatra–Jawa–Bali–Lombok–Flores–Sulawesi Selatan) dan yang kedua jalur timur (Yunan–Vietnam– Taiwan–Maluku–Sulawesi Utara-Papua).

Bangsa Melayu Astronesia datang ke nusantara dengan membawa ilmu bercocok tanam di ladang. Saat itu jenis tanaman yang digunakan untuk bercocok tanam adalah keladi, labu air, ubi rambat, padi gaga, sukun, pisang, dan kelapa.

Mereka juga memahami cara bertani dan berternak. Untuk hidup pada zaman itu, mereka juga mempunyai solidaritas yang tinggi dalam mengatur hidup bersama. Mereka sudah mampu bekerja sama dalam menebang hutan, membakar semak, menabur atau menanam benih, memetik hasil ladang, mendirikan rumah, serta menyelenggarakan upacara.

Dalam mengatur kehidupannya bersama, mereka juga memilih peran untuk dijadikan pemimpin. primus interpares atau yang utama dari sesamanya, yaitu Ketua Suku/Ratu/Datuk. Bahkan mereka sudah bisa membuat aneka kerajinan seperti :

1. Gerabah

Bahan dasar yang digunakannya adalah tanah liat, yang dicampur dengan pasir dan teknik yang digunakan adalah teknik tangan yang dikombinasi dengan teknik tatap sehingga hasil gerabahnya juga masih kasar dan tebal.

Gerabah yang dihasilkan diantaranya yaitu periuk, cawan, piring, dan pedupaan.  Gerabah ini diyakini untuk digunakan sebagai tempat makanan, minuman, serta untuk keperluan upacara adat. Gerabah di zaman neolitikum banyak ditemukan di daerah Kendenglembu, Banyuwangi (Jawa Timur), Kalumpang dan Minanga, Sippaka (Sulawesi Tengah), Danau Poso (Sulawesi Tengah), dan Minahasa (Sulawesi Utara).

2. Anyam-Anyaman

Bahan yang digunakan untuk membuat anyaman adalah bambu, rumput dan juga rotan. Teknik yang digunakannya berupa teknik anyak dengan pola geometrik. Konon anyaman ini digunakan sebagai tempat atau wadah peralatan rumah tangga.

3. Pakaian

Berdasarkan temuan yang ditemukan di Ampah, Kalimantan Selatan, dan di Kalumpang, Minanga, Sippaka (Poso, Sulawesi Tengah) yang berupa alat pemukul kulit kayu, diyakini alat tersebut digunakan untuk membuat pakaian.

Pakaian ini dibuat dari tenunan serat dari kulit kayu, dan bahan yang digunakannya adalah serat abaka atau sejenis pisang dan juga rumput doyo. Yang banyak digunakan untuk membuat pakaian di zaman tersebut.

4. Perahu atau Teknik Membuat Perahu

Teknik yang digunakan dalam membuat perahu di masa itu masih sangat sederhana. Bahan yang digunakannya berupa batang pohon, meranti, lanang, dan kedondong. Setiap pohon akan dipilih untuk membuat perahu, sebelum ditebang dan harus didahului dengan upacara. Pembuatan perahu ini dimulai dari luar ke dalam.

Bagian sisi dari dalam perahu dikeruk dengan menggunakan ujung pasak, yang dipakukan lalu dibuat dengan ketebalan yang sama dengan kondisi bagian luar. Agar perahu tidak terbalik maka dipasangkanlah cadik/katik yang fungsinya adalah untuk penyeimbang. Dan untuk menggerakkan perahu sudah dipasang sebuah layar.

Secara umum layar yang digunakan adalah layar sudu-sudu (sudu = suru dalam bahasa Jawa). Di masa itu juga sudah dikenal sistem perdagangan dengan cara barter, atau tukar menukar barang. Nilai dari besar atau kecilnya barang akan ditentukan oleh kesepakatan dari kedua belah pihak. Saat itu juga sudah dikenal alat penukar, yang fungsinya sama dengan uang. Yang berupa kulit kerang yang sangat indah.

Benda atau bahan yang biasanya dibarter adalah ramuan hasil hutan, hasil pertanian/peternakan, hasil kerajinan seperti gerabah, beliung, perhiasan, perahu, dan garam/ikan laut.

Corak Kehidupan Zaman Neolitikum

Kehidupan masyarakat di dalam sektor ekonomi berkembang dengan pesat, karena sudah ada sistem perdagangan dengan cara barter dan tukar menukar barang. Kepercayaan di zaman neolitikum ini sudah mengenal dewa, dan di masa ini juga sudah mengenal sistem berburu yang menggunakan mata panah.

Masyarakat di masa ini juga sudah mengerti tentang cara bercocok tanam, beternak, hidup menetap. Dan sudah mulai membuat peraturan hidup bersama pada sebuah kelompok.

Kepercayaan pada Zaman Neolitikum

Di zaman ini kepercayaan sudah ditandai dengan ilmu dan cara penguburan mayat. Bangsa Melayu Astronesia juga sudah mengenal kepercayaan upacara pemujaan arwah para nenek moyang atau leluhur. Para leluhur yang sudah meninggal di waktu itu dikuburkan dengan cara upacara penguburan. Ada dua macam cara penguburan di zaman neolitikum, yaitu :

1. Penguburan Secara Langsung

Mayat akan dikuburkan sekali yaitu dikubur secara langsung di dalam tanah atau diletakkan di dalam sebuah wadah atau peti, kemudian dikubur dan diikuti dengan upacara. Cara meletakkan mayatnya ada dua, yaitu dengan cara membujur atau terlipat dan meringkuk. Mayat selalu dibaringkan dengan mengarah ke roh/arwah para leluhur misalnya di puncak gunung.

Bekal untuk si mayat dalam perjalanan ke dunia roh tersebut adalah seekor anjing, unggas dan manik-manik. Cara penguburan seperti ini dapat dijumpai di Anyer (Jawa Barat) dan di Plawangan, Rembang (Jawa Tengah).

2. Penguburan Secara Tidak Langsung

Teknik penguburan ini biasanya ditemukan di daerah Melolo (Sumba), Gilimanuk (Bali), Lesung Batu (Sumatra Selatan), dan Lomblen Flores (NTT). Caranya dengan mengubur mayat secara langsung di dalam tanah, tanda diikuti oleh suatu upacara tertentu.

Setelah diperkirakan mayat sudah berubah menjadi kerangka, makam akan digali lagi lalu kerangka itu dicuci dan diberi hematit di bagian persendiannya. Kemudian diletakkan di dalam tempayan atau sarkofagus.

Terdapat suatu kepercayaan yang menyebutkan bahwa seseorang yang sudah meninggal, jiwanya akan berada di alam roh dan setiap orang mempunyai tempat yang berbeda dengan orang lain. Perbedaan tempat ini ditentukan dengan amal perbuatan, yang dilakukan selama hidup di dunia dan besarnya upacara penguburan yang diselenggarakan. Puncak dari penyelenggaraan upacara ini akan ditandai dengan pendirian bangunan batu besar, yang disebut dengan megalith.

Peninggalan Zaman Neolitikum

Dolmen

Meja batu yang digunakan untuk tempa sesaji dan pemujaan pada nenek moyang, fungsinya adalah sebagai penutup sarkofagus. Biasanya dolmen ditemukan di daerah Besuki, Jawa Timur dan dikenal sebagai pandhusa.

Kubur Batu

Peti yang biasa digunakan sebagai tempat penyimpanan jenazah dibuat dari batu. Daerah yang banyak ditemukan kubur batu ini diantaranya yaitu Bali, Pasemah “Sumatera Selatan”, Wonosari “Yogyakarta”, Cepu “Jawa Tengah” dan Cirebon “Jawa Barat”.

Sarkofagus

Sarkofagus juga adalah peti tempat penyimpanan jenazah yang bentuknya seperti palung atau lesung, yang dibuat dari batu utuh dan sudah diberi penutup. Sarkofagus ini banyak ditemukan di daerah Bali dan Bondowoso Jawa Timur.

Waruga

Waruga juga adalah kubur batu yang bentuknya kubus atau bulat, yang dibuat dari batu utuh yang besar. Waruga banyak ditemukan di daerah Sulawesi Utara dan Tengah.

Punden Berundak

Punden berundak merupakan bangunan yang berteras-teras yang digunakan untuk tempat pemujaan roh nenek moyang. Di dalam perkembangannya, punden berundak ini disebut juga sebagai bentuk awal dari candi di Indonesia.

Punden berundak biasanya ditemukan di daerah Lebak Sibedug “Banten Selatan”, Leles “Garut” serta Kuningan “Jawa Barat”.

Menhir

Merupakan sebuah batu yang besar tunggal dengan bentuk seperti tiang/tugu, yang fungsinya adalah sebagai tanda peringatan arwah nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di daerah Pasemah “Sumatra Selatan”, Ngada “Flores”, Rembang “Jawa Tengah” serta Lahat “Sumatra Selatan”.

Arca/Patung

Arca atau patung adalah batu yang bentuknya binatang atau manusia yang melambangkan nenek moyang dan juga digunakan sebagai pemujaan. Arca ini banyak ditemukan di daerah Pasemah “Sumatra Selatan” serta lembah Bada Lahat “Sulawesi Selatan”.

Sekian ulasan lengkap tentang zaman neolitikum yang disertai dengan ciri, kebudayaan, corak hidup, kepercayaan dan peninggalannya. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda tentang sejarah zaman batu di Indonesia.

Baca Juga :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *