Pengertian dan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Beserta Penjelasannya
Pembangunan Berkelanjutan – Merupakan proses pembangunan yang meliputi lahan, kota, bisnis dan masyarakat yang memiliki prinsip yaitu memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa harus mengorbankan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari bahasa Inggris yaitu sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi dalam pembangunan berkelanjutan adalah, bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa harus mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Perlindungan Hukum Pada Cagar Budaya Di Indonesia
Sebagai negara yang menjadi negara kepulauan Indonesia di dunia, Indonesia memiliki ribuah pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Salah satu sejarah kebudayaan di zaman Megalitikum, terdapat di kabupaten Bondowoso yang berlangsung sekitar abad ke 1000 sampai ke 100 sebelum masehi. Beberapa peninggalan kebudayaan kuno tersebut masih bisa ditemukan hingga saat ini. Misalnya benda-benda yang terbuat dari batu, seperti menhir, dolmen, Sarkofagus, Patung Durga dan Batu Kenong. Benda-benda bersejarah tersebut kini terletak di rumah-rumah penduduk desa, ada juga yang berlokasi di Kebun Singkong. Sehingga sangat rentan terhadap kerusakan.
Untuk mencegah kerusakan pada benda bersejarah tersebut, maka negara harus menyiapkan aturan hukumnya yang memadai. Masalah hukum yang sering terjadi di Indonesia adalah hal-hal yang berhubungan dengan sejarah, peradaban kebudayaan kuno mengenai cagar budaya, khususnya tentang hukum kepemilikan atas penemuan suatu aset. Maka dari itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Tujuannya adalah untuk melestarikan cagar budaya dan membuat negara bertanggung jawab atas perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya.
Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Prinsip dasar dari pembangunan berkelanjutan harus mengandung beberapa aspek seperti berikut ini :
Keberlanjutan ekologi
Yaitu suatu prinsip yang mesyaratkan kegiatan pembangunan, yang harus memelihara keberlanjutan stock pada biomass. Sehingga volume atau jumlah yang diambil tidak akan melebihi daya dukung lingkungannya. Tetapi harus bisa dan mampu meningkatkan kapasitas dan kualitas pada ekosistem.
Keberlanjutan sosial dan ekonomi
Prinsip yang satu ini mensyaratkan setiap upaya dalam pembangunan yang harus memerhatikan keberlanjutan dan kesejahteraan pada pelaku, ataupun pemilik sumber daya lingkungan. Baik di tingkat individu maupun tingkat kelompok.
Keberlanjutan komunitas
Prinsip yang mensyaratkan setiap pembangunan yang memanfaatkan sumber daya lingkungan, harus memerhatikan keberlanjutan, dan kesejahteraan masyarakat yang merata dan adil.
Keberlanjutan kelembagaan
Prinsip yang mensyaratkan kelembagaan atau sektor yang memanfaatkan sumber daya lingkungan, harus menjamin terpeliharanya aspek finansial dan administrasi yang sehat. Keberlanjutan kelembagaan ini adalah prasyarat bagi ketiga prinsip sektor.
Menurut Salim dalam Emirhadi (2007:100), mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan ini mencakup :
- Keberlanjutan lingkungan
Adalah keseimbangan fungsi ekosistem dalam menopang sistem kehidupan yang alami, yang menghidupi seluruh komponen lingkungan dalam hidup manusia. - Keberlanjutan ekonomi
Berupa proses ekonomi yang telah berjalan dan berlanjut, dengan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan produktifitas yang akan memperkaya kualitas kehidupan manusia. - Keberlanjutan sosial perilaku
Yang melibatkan peran masyarakat madani yang memiliki daya diri.
Tolak Ukur pada Pembangunan Berkelanjutan
Ada 6 tolak ukur pada pembangunan berkelanjutan di dalam konteks ke-Indonesia-an, menurut Soemarwoto (2006). Yang meliputi pro dengan bentuk kesatuan negara Indonesia, pro lingkungan hidup, pro rakyat miskin, pro kesetaraan gender, pro penciptaan lapangan kerja, dan harus anti KKN. Berikut penjelasannya :
- Pro dengan bentuk kesatuan negara Indonesia artinya aspek pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam rangka mendukung negara kesatuan RI. Serta tidak memecah belah kesatuan bangsa Indonesia. Misalnya saja konflik yang terjadi di dayak dan Madura di Kalimantan, yang diakibatkan oleh distribusi sumber daya alam yang tidak merata. Atau bisa juga aktivitas ekspor pasir ke Singapura, yang sangat merugikan wilayah batas negara Indonesia. Pulau Nipah adalah pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Singapura, harus direklamasi karena terjadi pengerukan pasir besar-besaran. Hal ini sangat disayangkan karena pengerukan sumber daya alam tersebut, hanya menguntungkan sebagian elite masyarakat.
- Pro lingkungan hidup misalnya mengenai kerjasama, antara The World Economic Forum’s Global Leaders for Tomorrow Environmental Task Force, the Yale Center for Environmental Law and Policy, the Columbia University Center for International Earth Science Information Network di tahun 2002. Yang kemudian menghasilkan Indeks Keberlanjutan Lingkungan atau IKL. IKL tersebut sudah digunakan untuk mengukur arah perkembangan berkelanjutan lingkungan yang terjadi di 142 negara. Yang juga menggunakan 20 indikator yang kemudian menjadi 68 variabel. Peringkat tertinggi terdapat pada 5 negara berikut, Finlandia, Norwegia, Swedia, Kanada, dan Swiss. Sedangkan 5 negara terendah yaitu Haiti, Irak, Korea Utara, Kuwait dan Uni Emirat Arab. Jumlah variabel yang jumlahnya banyak itu menyebabkan IKL tidak mudah diterapkan. Apalagi peringkat IKL tampaknya berkolerasi dengan pendapatan per kapita. Dalam indeks berkelanjutan pro lingkungan hidup, Indonesia berada di bawah ambang batas pembangunan yang sustainable. Dikarenakan oleh depresiasi sumber daya alamnya yang 17% lebih tinggi dari tabungan. Sedangkan investasi sektor yang produktif hanya sekitar 15% saja.
- Pro rakyat miskin artinya bukan anti pada orang-orang kaya, tetapi rakyat miskin memerlukan perhatian yang khusus. Karena selama ini pendidikannya tidak terurus dengan baik, penghasilannya rendah, tingkat kesejahteraannya rendah, tidak memiliki modal, dan daya saingnya pun rendah. Rakyat miskin ini tidak dapat diberikan pada mekanisme pasar, karena mereka memang tidak memiliki sumber daya apapun untuk dapat bertahan. Hal itu juga menjadi kewajiban pemerintah, dalam mengangkat seluruh rakyat miskin agar tidak tergerus zaman. Mengangkat rakyat miskin ini bukan memberi bantuan yang instan, karena hal itu justru akan membuat mereka manja dan tidak mau berusaha. Tetapi mengangkat rakyat miskin bisa dengan cara memberinya bekal berupa keterampilan atau keahlian, agar mereke memiliki modal sosial untuk bersaing. Mengharapkan anak-anak rakyat miskin sekolah, dengan memberi program pendidikan gratis juga tidak baik. Karena banyak orang tua yang merasa kehilangan satu sumber penghasilan mereka, jika anaknya bersekolah. Sehingga tidak ada yang mencari nafkah lagi. Untuk itu program pengentasan kemiskinan ini, harus dilakukan dengan melihat beragam aspek yang menyeluruh dan holistik.
- Pro kesetaraan gender artinya baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam berpartisipasi di bidang pembangunan. Partisipasi perempuan ini bukan berarti menyingkirkan laki-laki atau mendikotomikan, antara laki-laki dan perempuan. Karena partisipasi laki-laki dalam pembangunan, sering dikaitkan dengan laki-laki yang bekerja di luar rumah. Sedangkan pekerjaan domestik yang biasa dilakukan oleh perempuan, tak pernah dianggap sebagai pekerjaan yang punya andil dalam hal pembangunan. Sejarah gerakan perempuan bangsa pun, melupakan peran domestik yang dilakukan oleh banyak perempuan. Peran kaum perempuan di dapur umum saat membantu logistik para serdadu jepang, peran dalam merawat para serdadu yang terluka, peran dalam mengurus rumah tangga dan mengasuh anak yang dilakukannya sendiri saat suami berperang, tidak termasuk dalam gerakan yang harus disejarahkan. Seperti halnya kita mengenal pahlawan perempuan selain RA Kartini, yaitu Nirmala Bonat yang dijuluki Pahlawan Devisa. Atau seperti kita mengenang Marsinah tokoh buruh selain pahlawan Dewi Sartika. Atau seperti kita kagum pada keuletan Suster Apung selain tokoh Cut Nyak Dien yang dibanggakan.
- Pro penciptaan lapangan kerja akan berguna dalam menjaga kesinambungan pembangunan yang berkelanjutan. Krisis moneter yang pernah menimpa negara kita, menyebabkan tutupnya industri lokal dan perginya investasi asing. Sehingga menimbulkan pengangguran secara besar-besaran. Untuk bisa bertahan hidup banyak warga Indonesia yang terkena PHK, bekerja di sektor informal. Kegiatan yang digeluti sektor informal secara kasar, dikelompokkan menjadi :
- Kegiatan primer dan sekunder yang meliputi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Semuanya dilaksanakan dengan skala yang terbatas dan subsisten.
- Kegiatan tersier yang meliputi transportasi dalam berbagai bentuk, kegiatan sewa menyewa baik permukiman, tanah, dan alat-alat produksi.
- Kegiatan distribusi yang meliputi pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang kaki lima, penyalur dan agen, dan beberapa usaha sejenisnya.
- Kegiatan jasa lainnya seperti pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, montir, tukang sampah, juru potret jalanan, dan sebagainya.
Kegiatan primer seperti misalnya pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan , selama beberapa dasawarsa terakhir ini, mendapat tekanan struktural yang berasal dari pemerintah sebagai suatu akibat yang menekankan pertumbuhan industri dan menuntut upah buruh yang dianggap rendah. Upah buruh yang rendah, hanya bisa dicapai jika salah satu komponen utamanya yaitu makan juga sama rendahnya. Akibatnya kegiatan primer ini ditekan untuk menyediakan harga pangan yang murah, yang dibutuhkan oleh suatu pertumbuhan industri. Orientasi yang berdasar pada industri akan menyebabkan berbagai kegiatan di suatu masyarakat seperti misalnya pengrajin, penjahit, produsen makanan dan semacamnya, tidak mendapat perhatian bahkan bila tidak dilihat dari aktivitas ekonominya yang harus dipertimbangkan. Hal itu dikarenakan oleh skalanya yang terbatas.
Di dalam suatu kegiatan yang dikelompokkan sebagai tersier, transportasi dari segi orang atau barang biasanya diusahakan oleh rakyatnya sendiri. Hal ini menjadi gejala umum di negara berkembang, seperti yang sudah disinyalir oleh Hernando de Soto.(1991). Negara sudah mengusahakan berbagai sarana transportasi, tetapi dalam kenyataannya transportasi yang diusahakan oleh rakyat lebih dominan walaupun ilegal. Misalnya dalam kegiatan sewa menyewa, contohnya tempat tinggal di daerah perkotaan atau tanah dan pekarangan di desa menjadi kegiatan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan tidak tercatat. Di kota-kota besar seperti Jakarta kegiatan tersebut sudah efektif mendorong datang dan berkembangnya usaha mikro. Misalnya penjual bakso, dan pedagang keliling yang datang dari berbagai daerah.
Beberapa kegiatan distribusi menjadi salah satu kegiatan yang paling terkenal, bagi ekonomi rakyat karena lebih mudah dikerjakan. Serta tidak memerlukan keterampilang khusus, dan relatif menambah margin yang besar dan cepat. Dari kegiatan distribusi itu yang sebagian besar dilaksanakan dengan informal atau tanpa izin, di berbagai produk baik yang dihasilkan oleh perusahaan yang besar maupun yang dihasilkan oleh perusahaan kecil, dapat dijangkau masyarakat dengan efektif.
Kegiatan jasa lainnya yang telah dibahas di atas tadi, di dalam kenyataannya menjadi jaring pengaman sosial bagi para kelompok masyarakat bawah. Yang juga menggantikan ketiadaan pelayanan dasar, yang mestinya sudah disediakan oleh pemerintah. Kebanyakan masyarakat di kegiatan ini berada di tahapan bertahan hidup atau survival, dan menjadikan aktivitasnya sebagai persiapan untuk masuk ke dalam kegiatan ekonomi lainnya. Yang tentu lebih mapan, walaupun beberapa lainnya menjadikan kegiatan mereka sebagai profesi. Dan mereka pun mampu menghidupi keluarganya dengan lebih memadai. Lihat kembali keunikan dari kegiatan jasa tersebut, dengan tindakan pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam menertibkan atau mengatur beberapa kegiatan, yang kenyataannya sering merusak jaring pengamanan sosial. Yang secara nyata sanggup menyediakan pekerjaan untuk masyarakat bawah.
6. Pembangunan yang berkelanjutan harus anti KKN, karena KKN akan menyebabkan pemborosan pada suatu sumber daya, ketidakprofesionalan kinerja dan tidak berjalannya fungsi dari evaluasi. KKN juga akan menyebabkan hilangnya daya saing, pengaburan visi dan misi, dan kesenjangan antara tujuan dan kinerja yang sebenarnya.
Semangat anti KKN ini dicanangkan pemerintah yang beralih pada isu reformasi birokrasi, atau good and clean government. Di setiap kesempatan kunjungan kepala negara Indonesia ke luar negeri, atau kunjungan kepala pemerintah asing ke dalam negeri, selalu diberi buah tangan yang bertujuan agar pemerintah dapat mempercepat program reformasi birokrasi. Bahkan LSM yang bergerak di bidang lingkungan, KKN, keadaan sosial dan lain sebagainya selalu menyuarakan tentang reformasi pada birokrasi. Isu reformasi ini pun menjadi hangat karena pelaku atau pengawas KKN, mayoritas berasal dari birokrasi. Sehingga bagaimana mungkin bisa membasmi KKN jika yang membasmi itu sendiri juga terlibat KKN.
Konferensi perserikatan bangsa-bangsa tentang lingkungan dan pembangunan, atau yang dikenal dengan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi yang diselenggarakan di Rio De Janeiro pada bulan Juni 1992, adalah salah satu tonggak sejarah yang menyatukan seluruh kepala negara dan pejabat pemerintah di seluruh dunia. Yang juga bersama dengan para utusan PBB, organisasi internasional dan utusan lainnya, yang berasal dari organisasi non pemerintah. Konferensi itu menghasilkan kesepakatan yang disebut dengan agenda 21.
Menurut Soerjani (2000:14) atas 40 bab agenda 21 ini mencakup beberapa hal seperti perdagangan intemasional, pengentasan kemiskinan, konsumsi dan produksi yang berkesinambungan, masalah kependudukan, masalah perkotaan, kesehatan, atmosfer, sumber daya lahan dan pertanian, hutan, kekeringan, keanekaragaman hayati, bioteknologi, kelautan, air tawar, bahan beracun dan berbahaya, limbah padat, limbah radioaktif, peranan golongan rentan (wanita, masyarakat terasing dan anak-anak) golongan swasta termasuk dunia perdagangan.
Dalam rangkaian konferensi pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2002 diadakan oleh KTT dunia, untuk pembangunan berkelanjuta di Johannesburg. Yang mencanangkan tiga pilar pembangunan berkelanjutan. Tiga pilar tersebut antara lain pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial, dan pelestarian lingkungan hidup.
Pertumbuhan ekonomi menjadi tolak ukur kemajuan ekonomi di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi artinya tingkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya juga ikut meningkat. Pertumbuhan ekonomi ini diukur dari pertumbuhan konsumsi, investasi, dan saving di suatu negara. Semakin tingginya konsumsinya, maka investasi dan saving pun akan semakin baik tingkat pertumbuhan ekonominya.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini, belum tentu menunjukkan tingkat kesejahteraan seluruh rakyatnya. Contohnya hasil penelitian LIPI yang membuktikan bahwa krisis di tahun 1997, sekitar 5000 orang Indonesia atau sekitar 0,02% dari penduduk Indonesia menguasai 30%nya perekonomian nasional. Penelitian dari Aris Ananta dkk (1995) menunjukkan bahwa di tahun 1943, sebanyak 40 persen (75,3 juta jiwa) lapisan masyarakat yang memiliki pendapatan di bawah (US$ 266) hanya menikmati 14,6 persen pendapatan nasional. Sedangkan sebanyak 40 persen (75,3 juta jiwa) dari penduduk lapisan yang memiliki pendapatan menengah (US$ 755), menikmati 41,52 persen pendapatan nasional. Untuk 20 persen (37,7 juta jiwa) lapisan masyarakat yang memiliki pendapatan tertinggi (US$ 2.592) menikmati 43,87 persen pendapatan nasional.
Hasil analisa dari konsultan McKinsey yang dilihat dari potensi aset private banking, atau uang yang dimiliki oleh nasabah secara personal, menyebutkan bahwa sekitar 64 ribu orang Indonesia menyimpan sekitar 257 dollar amerika di Bank luar negeri. Artinya semakin ke depan, pembangunan Indonesia ini akan semakin melebarkan jurang kesenjangan sosial dan ekonomi. Maka PBB mengembangkan indikator yang baru, untuk mengukut keberhasilan suatu pembangunan nasional dengan Indeks Pembangunan Manusia atau IPM.
Indeks Pembangunan Manusia ini adalah suatu nilai yang menunjukkan tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan hidup, dan faktor lainnya di seluruh negara yang ada di dunia. Indeks tersebut dikembangkan di tahun 1990 oleh seorang ekonom Pakistan, yaitu Mahbub Ul Haq. Dan sudah digunakan sejak tahun 1993 oleh UNDP sebagai laporan tahunan. Nilai IPM tersebut menunjukkan pencapaian rata-rata di suatu negara, di dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia. Antara lain usia yang panjang dan sehat, yang diukur dengan angka harapan hidup, pendidikan yang diukur dengan tingkat baca tulis dengan pembobotan dua pertiga, dan angka partisipasi kasar, dengan pembobotan satu per tiga. Untuk standar hidup yang layak, diukur dengan produk domestik bruto per kapita. Dengan paritas daya beli, yang menggunakan dollar amerika.
Itulah penjelasan mengenai pembangunan berkelanjutan di Indonesia selengkap-lengkapnya. Semoga dapat dipahami dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan anda.
Baca Juga :